LUBUKLINGGAU, MSN – Masyarakat Kelurahan Batu Urip, Kecamatan utara 11, Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, 4 kali rapat internal mengenai penolakan pembangunan tempat ibadah Gereja di di kelurahan Batu Urip, Minggu, (31/3).
Musyawarah dilaksanakan di masjid Al Marhamah itu dihadiri ketua LPM, LPA RT 01, 06, 07, 08 , tokoh masyarakat, ketua masjid Al Marhamah, ketua masjid Sadatul Khoiriyah, ketua masjid Al-Fatonnah, ketua masjid Tagwa, remaja masjid, pemuda masjid, dan ibu-ibu pengajian
Abu Kosim, pemangku adat kelurahan Batu Urip, didampingi ketua Himpunan Pemuda-Pemudi Batu Urip bersatu, Hengky Remora mengatakan, rapat ini guna melakukan musyawarah penolakan dengan rencana akan didirikan bangunan rumah ibadah gereja di jalan lingkar utara RT 07, Kelurahan Batu Urip.
“Semua warga sini mayoritas Agama islam, dan seluruh warga kelurahan Batu Urip tidak setuju dengan adanya pembangunan gereja di wilayah kelurahan batu urip,” katanya.
Dikatakan, alasan penolakan pembangunan gereja itu karena tidak sesuai dengan peraturan menteri Agama dan menteri dalam negeri nomor 09 tahun 2006 dan nomor 08 tahun 2006, tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah.
“Sebelumnya memang ada sebagian warga yang menandatangani persetujuan pembangunan rumah ibadah tempat ibadah gereja tersebut, namun yang menanda tangani tersebut tidak memahami dari tujuan tanda tangan tersebut,” paparnya
Sementara itu, Hengki Remora mengatakan, November 2016 yang lalu sudah ada desas-desus untuk dibangunya gereja, tahun itu juga warga sudah melakukan protes dan membuat surat penolakan yang di tanda tangani warga kelurahan Batu Urip, namun sekarang tempat pembangunan gereja itu sudah dipasang pagar tembok keliling,” ungkapnya.
“Saya minta agar lembaga yang bersangkutan untuk meninjau kembali persoalan tersebut, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Semoga ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) kota Lubuklinggau bisa meninjau kembali rencana pembngunan gereja tersebut, karena di khawatirkan akan timbul gejolak di masyrakat, khusus warga kelurahan Batu Urip,” paparnya.
Sementara itu Ketua PC GP Ansor Kabupaten Musi Rawas dan Wakil Ketua 1 PW GP Ansor Sumatera Selatan, Efran Heyadi mengatakan, persoalan ini wajib disikapi dengan serius, adil, dan bijaksana. Aturan pendirian rumah ibadat wajib memenuhi persyarayan administratif, persyaratan teknis gedung, dan persyaratan khusus lainnya. Biasaya, permasalahan lebih banyak muncul pada ranah persyaratan khusus.
Persyaratan khusus pendirian rumah ibadah, meliputi empat syarat yakni, pertama daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah minimal 90 orang yang disahkan pejabat setempat, dengan mengacu pada tingkat batas wilayah, kedua dukungan masyarakat setempat setidaknya 60 orang yang disahkan oleh Lurah Batu Urip.
“Dukungan ini harus benar-benar berdasarkan fakta, dengan mempertimbangkan komposisi pemeluk agama yang bersangkutan, termasuk dari ketua RW, RT, tokoh agama, dan tokoh masyarakat,” tegasnya.
Selanjutnya rencana pembangunan rumah ibadah haruslah mendapatkan rekomendasi tertulis dari kantor Kemenag Kota Lubuklinggau.
“Saya yakin, Kemenag memiliki data valid jumlah pemeluk agama terkait,” ujarnya.
Yang ke empat, wajib mendapatkan rekomendasi tertulis dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB kota Lubuklinggau)”, pungkasnya. (Amsul)